Recent Templates

a

Kamis, 28 Februari 2013

Misteri Bis Hantu Sumber Kencono Di Jawa Timur

Bus ini memang cukup terkenal di kalangan
masyarakat Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian
Timur. Armada bus ini terkenal karena kebiasaan
ugal-ugalannya. Selain itu, angka kecelakaannya juga
termasuk tinggi. Tak heran nama Sumber Kencono ini
sering dipelesetkan oleh masyarakat menjadi “Sumber Bencono” alias “sumber bencana”.
Bahkan, suatu ketika bus ini pernah dibakar di Ngawi
oleh massa karena menabrak pengendara sepeda
motor hingga tewas. Mungkin karena ingin
mengubah image, nama armada ini akhirnya diganti
menjadi seperti itu (Sumber Selamat).

Dingin, aku merapatkan jaketku. Entah sudah berapa
batang rokok yang kuhabiskan menunggu bis sialan
ini. Kulihat jam di tanganku sudah menunjukkan
pukul 12 malam. Mataku sampai bosan melihat ke
arah jembatan layang Janti. Sudah hampir dua jam
aku menunggu di sini, bener-bener brengsek, tak satupun bis yang mau berhenti. Mana sendirian pula,
jadi agak-agak merinding, campuran antara takut
ada preman kesasar sama aroma mistis malem
Jumat Kliwon yang dikenal orang Jawa sebagai
malam keramat.

Dari arah barat kulihat sepeda motor melambat,
nampaknya dia mau nunggu bis juga. Yang
dibonceng seorang pemuda gondrong dengan jaket
bergambar lambang salah satu perguruan tinggi di
ringroad utara, dia turun sambil melepaskan
helmnya.

"Ati-ati dab!" Si pengendara motor muter balik sambil
melambaikan tangannya.
Lumayan, ada barengan di sini, minimal kalo sampe
ada yang mau malak bisa kabur ke arah berlainan
biar premannya bingung mau ngejar yang mana.

Ndak usah ketawa, aku males berantem sama orang
ndak mikir masa depan macem preman jalanan,
sedikit trauma juga gara-gara dulu waktu ribut sama
preman mereka seenaknya ngeluarin pisau. Lha
siapapun yang kena kan pasti berurusan sama polisi,
dia mungkin mikirnya masuk tahanan ndak masalah, bisa makan gratis. Kalo aku? Bisa digebuki bapakku!

"Mau pulang ke mana Mas?" Sapaku mencoba
beramah tamah.
Blah! Sombong sekali mas satu ini, berapa kali aku
menyapa tak sekalipun dia menjawab, pura-pura gak
denger, sok-sok sibuk ngliat arah datangnya bis di
arah jembatan layang. Ini mungkin yang pernah dibilang Simbah di kampung, wong Jowo ilang
Jowone, sudah ndak tau tata krama.

Untunglah tak berapa lama kemudian bisnya datang,
Sumber Kencono, bis legendaris jurusan Jogja-
Surabaya, dan kali ini bisnya mau berhenti. Si Mas
gondrong naik duluan, eh lha kok aku baru naik satu
kaki si bisnya udah jalan lagi, bener-bener gak
sopan! Tapi mungkin memang sudah jadi kebiasaan, karena jadwal keberangkatan antar bis yang kadang
cuma selisih 5 menit membuat mereka ndak bisa
berhenti lama-lama, kuatir mepet sama yang
belakang.

Tumben baru sampe Janti saja bisnya sudah penuh,
ada satu dua kursi yang kapasitasnya tiga orang
baru ditempati dua orang tapi penumpang yang di
situ gak ada yang menawarkan tempat duduk
padaku. Lebih tepatnya mereka gak bereaksi apapun
saat aku permisi mau duduk. Blah! Makin lama makin keterlaluan orang-orang ini, terbiasa hidup sendiri-
sendiri mungkin, sudah hilang segala macam ramah
tamah yang konon dulu pernah jadi salah satu ciri
orang sini.

Untung ada tiga kursi kosong di bangku paling
belakang, tak perlu permisi, lega juga, bisa naikin
kaki, mungkin sambil klebas-klebus ngrokok untuk
mengusir bosan nanti. Peduli setan sama orang-
orang bakal terganggu atau tidak, wong mereka
disapa gak menyahut, harusnya diganggu juga gak protes! Sekarang yang penting merem dulu,
kompensasi dari berdiri hampir dua jam waktu
nunggu bis tadi.

Bis sudah melaju sampai daerah Kalasan, biasanya di
sini kondektur sudah narik bayaran dari semua
penumpang, tapi heran, kok dari tadi gak ada yang
njawil padahal duit sudah aku siapkan. Terserah lah,
kalo nanti gak mbayar ya malah bersukur tho.

Tunggu dulu, sunyi waktu naik bis di malam hari
sudah biasa, tapi sepertinya yang sekarang ini terlalu
sunyi. Mungkin ada satu dua celoteh pelan terdengar,
tapi kenapa dari tadi ekspresi orang-orang ini terlalu
datar? Lebih tepatnya gak ada ekspresi yang
tergambar di wajah. Bahkan orang di sebelahku pun seperti gak merasakan kehadiranku.

Aku jadi sedikit merinding, dulu mbakyuku pernah
bilang, kalo malem jangan nunggu bis dari janti, lebih
baik dari terminal saja karena konon ada bis hantu
yang suka ngambil penumpang di situ.

Bis hantu? Iya, bis hantu. Selentingan kabar mengatakan bis ini
mengalami kecelakaan parah dan semua
penumpangnya tewas, waktu kita naik itu semua
penumpangnya berwajah pucat dan tidak
menghiraukan kehadiran kita. Konon kalo naik bis itu
dari Jogja bisa sampai ke Surabaya dalam waktu gak sampai tiga jam, tapi kalo lagi gak beruntung bisa
juga gak sampai Surabaya, kita malah dibawa ke
alam antah-berantah. Lebih celaka lagi katanya bis
hantu itu Sumber Kencono yang memang terkenal
suka kebut-kebutan.

"Mas, Sampeyan mau turun mana?" Aku mencoba
menyapa penumpang di sebelah, sekaligus mengusir
rasa penasaran, masa iya ada bis hantu.

Dia gak menjawab, lebih tepatnya bereaksi seperti
semua orang yang dari tadi kusapa, gak ada
ekspresi. Ini mulai menakutkan. Kucoba menepuk
bahunya agar dia menanggapi sapaanku. Sial!
Tanganku menembus bahunya! Dia tidak nyata, dia
bukan manusia!

"Pak! Kiri pak! Saya turun sini!" Teriakku panik, tapi
mereka tetap dingin tanpa ekspresi. Sialan! Mungkinkah aku akan terbawa ke alam gaib
seperti yang orang-orang pernah ceritakan? Bulu
kudukku merinding, badanku terasa dingin. Tapi
percuma panik sekarang, aku mencoba mengingat
doa-doa yang diajarkan Simbah dulu, sial, lupa
semua!

Hampir tanpa sadar, aku meraih sebatang rokok,
kunyalakan perlahan dan kuhisap dalam-dalam
untuk mengusir tegang. "Cak, kok bisnya bau kemenyan?" Penumpang di
sebelahku mendadak menutup hidung, menatap
lurus seakan menembusku dan bertanya pada kenek
yang berdiri di pintu belakang.

"Gak papa Mas, kadang memang suka tercium bau
kemenyan. Katanya dulu di Janti situ pernah ada
penumpang lagi nunggu bis meninggal ditusuk waktu
ribut sama preman, kalo malem Jumat Kliwon kayak
sekarang ini katanya dia suka ikut naik bis. Kasian,
mungkin matinya gak tenang."

Aku termangu, dan bis terus melaju

ambulance maut

Hati kang sardi sedang jengkel, duduknya gelisah, mulutnya mencang-mencong. Rambutnya yang sudah putih sebagian, morat-marit. Wajahnya kusutdan pucat. Kartu gaple yang dipegangnya, menunjukkan balak tiga lagi. Kalah lagi dan kalah lagi, padahal pada putaran yang ketiga ini dia berharap banyak untuk menang. Sehingga hasilnya bisa digunakan untuk melunasi hutang isterinya di warungnya pak budi, yang bukan saja sudah menggunung tapi sudah bikin malu. Tapi kenapa kemenangan yang sangat diharapkan itu justru numpuk ditempatnya sutris, temannya itu. banyaknya uang hasil kemenangan malam itu membuat wajah sutris bercahaya persis cahaya bulan purnama di tanggal 15. Kedua orang yang sedang asyik berbagi kartu dan keberuntungan itu, “jomblak”, kaget ketika telepon diruang itu berdering dengan keras sekali. “ di, ada gelandangan mati ketabrak mobil di jl. A. yani, cepat kalian berdua segera meluncur kesana. Ingat tidak pake lama..” begitu perintah Dr. wandi, dokter jaga di klinik malam itu. Bukannya beranjak, kedua orang tersebut tetap asyik tenggelam menikmati kartunya masing-masing. “males.. paling-paling hanya disuruh
kerja bakti,” batin kang kardi sambil mencap- mencep, sambil memainkan Rokok yang tinggal separo.

“ kang…gimana sih, diperintah dokter wandi kok masih njedodok ndak mau berangkat (hanya duduk- duduk saja tidak segera berangkat)” goda sutris. “ nanti dipecat baru tahu rasa lho” katanya sambil memasukkan uang hasil kemenangannya disaku. “ tris, kowe itu khan tahu kalau tugasku itu, luar biasa banyak, jadi ndak ada waktu untuk membawa kere yang mati ketabrak motor” gerutunya. Sutris yang mendengar omongan kang sardi yang nggak-nggak tadi cuma bisa diam. Dia tahu persis, kalau sudah kalah seperti malam itu, kang sardi jadi pribadi yang aneh dan menyebalkan. Keduanya lalu kembali tenggelam dalam permainan kartu yang sepertinya sudah tidak menarik lagi, tak terasa jam dinding yang ada disudut ruangan itu sudah menunjukkan pukul 02.30 malam.

“pak, bisa mengantarkan jenazahnya papa ke wates,?” tiba-tiba seorang gadis muda cantik yang tidak tahu dari mana datangnya tiba-tiba sudah muncul begitu saja. Wangi parfumnya memecah konsentrasi dua orang yang tegah tenggelam dalam permainan kartu itu. Kedatangan gadis cantik itu telah mengagetkan mereka berdua. “bi…sa, bisa mbak tapi…?!”, “Tapi apa pak ? masalah ongkos ? saya sanggup bayar tiga kali lipat dari tariff biasa, yang penting jenazah papa saya segera bisa sampai ke wates” kata gadis itu dengan sigap. Kang Sardi merasa bagai dapat durian runtuh “pucuk dicinta uang datang menggoda “ pikirnya dengan mata yang berkilat-kilat licik, senyumnya terkembang. “sik bubar dulu, ada panggilan tugas penting” katanya sambil membanting kartu terakhirnya. “ohhh, semprul” kata sutris melihat kelakuan sahabatnya itu. “kalau lihat duit saja, mata lu jadi ijo kang….kang” mendengar kata-kata sahabatnya itu kang sardi hanya tertawa pendek, menurutnya kata- kata sutris itu biasa saja, dan dianggapnya sebagai bagian dari saling” gojlok menggojlok ” (saling bergurau) diantara sesama sopir ambulance di klinik itu. Baginya, mengantar orang dari rumah ke rumah sakit atau sebaiknya merupakan tugas yang kadang- kadang menjemukan, kalau tidak ada angpoanya. Memang diantara sesama sopir, ulah kang sardi itu sudah sangat terkenal. Kang sardi terkenal sebagai sopir yang suka pilih-pilih. Jangan harap bisa membuatnya beranjak dari permainan kartu, kalau tanpa imbalan rupiah. Untuk tugas yang bersifat social, beragam alas an siap diluncurkannya, kalau toh terpaksa dijalani, tentu dibarengi dengan raut wajah yang tidak sedap untuk dilihat. Sudah jamak di klinik rumah sakit negeri seperti itu, yang namanya pelayanan prima itu hanya bagus di slogan saja. Hampir semua pegawainya ngobyek dan mengomersialkan jenis-jenis layanan yang ada. Seperti yang dilakukan oleh kang sardi tadi. Dia lebih suka menerima tugas yang ada uangnya, sedang tugas sosial sering dianggapnya seperti kerja rodi saja.

Jadinya malam itu kang sardi berangkat menerobos gelapnya malam bersama gadis cantik yang sudah membayarnya tiga kali lipat untuk membawa jenazah papa nya ke kota wates. Gas poll, itulah prinsip kang sardi untuk memberikan service yang ekselen, agar jenazah itu bisa sampai ke wates sesuai dengan waktu yang disepakati. Malam yang sangat larut membantu keinginannya itu, jalan yang dilalui sepi membuat malam itu terasa tintrim. Tidak banyak kendaraan yang harus dilaluinya termasuk sepeda motor yang biasanya membikin macet dan membuat jalan raya jadi lebih berbahaya, hanya beberapa bis malam dan truk, itupun satu dua.

Persis pukul 3.00 pagi, jenazah sampai di wates. Wajahnya jadi bersinar, dan ngantuknya ilang, ketika dia menerima tujuh lembar seratus ribuan merah dari gadis cantik itu. Buruan kang sardi membawa ambulancenya balik ke klinik lagi. Kantongnya penuh dengan uang, apalagi yang dicari katanya sambil bersiul-siul. Belum jauh dari batas kota, ada sosok laki-laki yang mencegatnya “ pak saya numpang ke depan ya. Tadi setelah mengantar jenazah ke wates kok mobilnya jadi rewel, jadi saya tinggal disana, besok pagi saja memperbaikinya sekalian bawa montir, masalah bensin beres nanti saya beresi” tanpa nunggu persetujuannya, laki-laki yang memakai baju serba putih, namun kelihatan sangat kotor itu, langsung membuka pintu dan duduk disebelahnya. Kang sardi sempat cungar-cungir sebentar, hidungnya membau bau yang tidak sedap, bau anyir. Sekilas dia melirik laki-laki yang duduk anteng disebelahnya. Menurutnya tidak ada yang aneh bahkan biasa saja. Cuma wajahnya yang kelihatan mendung, seperti sedang berduka.

“pak., kalau kedatangan sampeyan tadi agak lebih cepat, tentu nasib saya tidak seperti saat ini” mendengar grenengan laki-laki tadi kang sardi kaget. “ lho maksudnya apa pak?” katanya dengan nada tidak suka. “ kalau saja sampeyan mau datang lebih cepat tadi, tentu nyawa saya bisa tertolong” laki-laki tadi menjelaskan dengan irama yang lesu. “sebentar, saya kok tidak paham?!” kata kang sardi dengan nada yang lebih tinggi tidak paham dengan yang dimaksudkan oleh laki-laki yang ada disebelahnya itu. “saya ini pemulung sampah pak, saat saya tadi sedang mencari sampah-sampah kering, tidak tahu dari mana datangnya tiba-tiba saya disruduk xenia hitam dari belakang, saya langsung tidak ingat apa-apa, tapi kalau saat itu bapak segera membawa ambulance ketempat kejadian, dan segera membawa tubuh saya ke rumah sakit, mungkin nyawa saya masih bisa ketolong…”, “lho, kalau begitu sampeyan ya..gelandangan yang tadi diperintahkan oleh dokter wendi untuk saya bawa dari Jl. A. Yani?”, “ ya bener pak…” jawabnya ketus. Kang sardi cepat-cepat menoleh mendengar jawaban laki-laki tadi. Bersamaan dengan waktu dia menolah, laki-laki disebelahnya tadi sudah tidak berujud manusia yang utuh lagi, wajahnya berdarah- darah, hancur. Badannya lalu doyong menjatuhi kang sardi, badannya penuh darah segar yang membasahi sekujur pakaiannya. Melihat perubahan bentuk itu kang sardi langsung merasa gelap, pingsan. Mobil ambulance yang sedang dikemudikannya langsung oleng kekiri, dan menyantap truk treiler yang sedang parkir di bahu jalan. Akibatnya benturan keras terjadi, ambulan kang sardi hancur berkeping-keping, begitu pula dengan tubuh kang sardi. Hancur tergencet bodi dan juga kena benturan dahsyat dengan bak truk treiler yang terbuat dari besi itu. Sementara laki-laki yang berdarah-darah yang ada disampingnya hilang musnah, tidak tahu kemana perginya.

Begitulah kisah tetanggaku kang sardi almarhum kurang lebih tiga tahun yang lalu, cerita ini berhasil kutulis karena secara mistis kang sardi muncul dalam mimpi-mimpiku selama tiga hari berturut-turut. Mudah-maudahan Almarhum diterima disisinya, dan diampuni dosa-dosanya

Hantu Becak di SMP

Di samping SMP saya dulu ada sebuah jalan kecil, dan di sampingnya lagi terdapat sebuah bengkel Tambal Ban. Suatu hari, saat jam pelajaran, saya dan teman2 mendengar suara tabrakan dari arah jalan raya. Kemudian saat bel istirahat berbunyi, kami keluar untuk melihat peristiwa yang terjadi. Di sana ternyata sudah sangat ramai, banyak polisi dan juga orang2 yang meihat. Ternyata ada sebuah mini bus menabrak tambal ban dan mengakibatkan beberapa orang tewas, dan salah satunya adalah seorang tukang becak yang sedang nongkrong di situ (kata salah seorang teman). Kemudian para guru menyuruh
kami untuk masuk ke kelas masing2. Di kelas anak2 mulai bercerita tentang mayat si tukang becak. Kata teman2, keadaan tukang becak tersebut sangat mengenaskan tergencet oleh mini bus tepat di kepalanya, sehingga isi kepalanya berhamburan kemana-mana.

Cerita 1
Pada suatu malam, ada dua orang pemuda yang berboncengan menaiki motor menuju ke arah jalan raya dengan melewati jalan di samping SMP. Tetapi tiba2 sepeda motor mereka mogok. Kemudian kedua pemuda itu mencoba untuk mendorong motor tersebut bersama2, karena jalan yang menuju ke arah jalan raya cukup menanjak. Tetapi, walaupun di dorong dengan sekuat tenaga, motor tersebut tetap tidak mau jalan. Kemudian mereka meneliti kembali motor tersebut, tetapi tidak ada yang janggal. Tiba2 terdengar suara dari arah kanan jalan, “Kenapa mas.., motornya mogok…”, lalu mereka menoleh ke kanan bersama2 ( di situ memang ada sebuah rumah dan ada orangnya). Tetapi yang mereka lihat bukan penghuni rumah tersebut, melainkan seorang tukang becak dengan kepala pecah dengan wajah yang rusak, yang terlihat sedang duduk di atas becaknya, seperti sedang menunggu seorang penumpang. Tanpa berpikir panjang, mereka langsung lari tunggang langgang tanpa memperdulikan motor mereka.

Cerita 2
Waktu itu, akan diadakan sebuah acara pameran hasil
kesenian di sekolah kami. Karena itu, kami harus membuat dan mendekorasi sebuah ruangan, untuk dijadikan ruang pameran sesuai dengan tema yang diberikan. Waktu itu sudah 1 tahun setelah peristiwa tabrakan, saat itu saya sudah berada di kelas 9. Kami di tugaskan untuk membuat ruangan dengan tema china, sehingga kami harus menyiapkan sesuatu yang
berbau china seperti : lampion, kain merah, dupa/hio, amplop angpao, dll. Kami di tugaskan untuk mengerjakannya pada hari minggu atau sepulang sekolah sampai sore hari. Tetapi ada kelas yang mengerjakan ruangan pameran hingga malam hari. Mungkin karena ingin agar pekerjaannya cepat selesai dan hasilnya bagus, sedangkankelas kami )santai2 (mungkin cuma saya saja santai2 . Kemudian, suatu malam ada seorang siswi lewat di belakang ruang kelas yang kami gunakan untuk membuat ruang pameran. Siswi tersebut melihat penampakan hantu becak, dan berteriak-teriak secara histeris karena ketakutan, kemudian pingsan. Setelah itu siswi tersebut di do’ai, siswi tersebut tersadar dan diantarkan pulang ke rumahnya. Setelah diselidiki, ternyata ada anak nakal dari kelas lain yang menyalakan dupa di ruang pameran kami. Sehingga membuat makhluk tersebut terarik untuk datang ke situ. Kemudian para guru melarang untuk mengerjakan ruang pameran pada malam hari. Kalau sekarang, sudah tidak terdengar lagi kabar tetang kemunculan hantu tukang becak tersebut.

Trima kasih telah membaca cerita saya.
Tolong kasih komentar ya

Kirimkan Cerpen Misteri Mu

Kirimkan Cerpen misteri mu kepada kami untuk di posting di blog ini di faizfachrurrozi@yahoo.co.id

Total Tayangan Halaman

Pages - Menu