Recent Templates

a

Kamis, 28 Februari 2013

ambulance maut

Hati kang sardi sedang jengkel, duduknya gelisah, mulutnya mencang-mencong. Rambutnya yang sudah putih sebagian, morat-marit. Wajahnya kusutdan pucat. Kartu gaple yang dipegangnya, menunjukkan balak tiga lagi. Kalah lagi dan kalah lagi, padahal pada putaran yang ketiga ini dia berharap banyak untuk menang. Sehingga hasilnya bisa digunakan untuk melunasi hutang isterinya di warungnya pak budi, yang bukan saja sudah menggunung tapi sudah bikin malu. Tapi kenapa kemenangan yang sangat diharapkan itu justru numpuk ditempatnya sutris, temannya itu. banyaknya uang hasil kemenangan malam itu membuat wajah sutris bercahaya persis cahaya bulan purnama di tanggal 15. Kedua orang yang sedang asyik berbagi kartu dan keberuntungan itu, “jomblak”, kaget ketika telepon diruang itu berdering dengan keras sekali. “ di, ada gelandangan mati ketabrak mobil di jl. A. yani, cepat kalian berdua segera meluncur kesana. Ingat tidak pake lama..” begitu perintah Dr. wandi, dokter jaga di klinik malam itu. Bukannya beranjak, kedua orang tersebut tetap asyik tenggelam menikmati kartunya masing-masing. “males.. paling-paling hanya disuruh
kerja bakti,” batin kang kardi sambil mencap- mencep, sambil memainkan Rokok yang tinggal separo.

“ kang…gimana sih, diperintah dokter wandi kok masih njedodok ndak mau berangkat (hanya duduk- duduk saja tidak segera berangkat)” goda sutris. “ nanti dipecat baru tahu rasa lho” katanya sambil memasukkan uang hasil kemenangannya disaku. “ tris, kowe itu khan tahu kalau tugasku itu, luar biasa banyak, jadi ndak ada waktu untuk membawa kere yang mati ketabrak motor” gerutunya. Sutris yang mendengar omongan kang sardi yang nggak-nggak tadi cuma bisa diam. Dia tahu persis, kalau sudah kalah seperti malam itu, kang sardi jadi pribadi yang aneh dan menyebalkan. Keduanya lalu kembali tenggelam dalam permainan kartu yang sepertinya sudah tidak menarik lagi, tak terasa jam dinding yang ada disudut ruangan itu sudah menunjukkan pukul 02.30 malam.

“pak, bisa mengantarkan jenazahnya papa ke wates,?” tiba-tiba seorang gadis muda cantik yang tidak tahu dari mana datangnya tiba-tiba sudah muncul begitu saja. Wangi parfumnya memecah konsentrasi dua orang yang tegah tenggelam dalam permainan kartu itu. Kedatangan gadis cantik itu telah mengagetkan mereka berdua. “bi…sa, bisa mbak tapi…?!”, “Tapi apa pak ? masalah ongkos ? saya sanggup bayar tiga kali lipat dari tariff biasa, yang penting jenazah papa saya segera bisa sampai ke wates” kata gadis itu dengan sigap. Kang Sardi merasa bagai dapat durian runtuh “pucuk dicinta uang datang menggoda “ pikirnya dengan mata yang berkilat-kilat licik, senyumnya terkembang. “sik bubar dulu, ada panggilan tugas penting” katanya sambil membanting kartu terakhirnya. “ohhh, semprul” kata sutris melihat kelakuan sahabatnya itu. “kalau lihat duit saja, mata lu jadi ijo kang….kang” mendengar kata-kata sahabatnya itu kang sardi hanya tertawa pendek, menurutnya kata- kata sutris itu biasa saja, dan dianggapnya sebagai bagian dari saling” gojlok menggojlok ” (saling bergurau) diantara sesama sopir ambulance di klinik itu. Baginya, mengantar orang dari rumah ke rumah sakit atau sebaiknya merupakan tugas yang kadang- kadang menjemukan, kalau tidak ada angpoanya. Memang diantara sesama sopir, ulah kang sardi itu sudah sangat terkenal. Kang sardi terkenal sebagai sopir yang suka pilih-pilih. Jangan harap bisa membuatnya beranjak dari permainan kartu, kalau tanpa imbalan rupiah. Untuk tugas yang bersifat social, beragam alas an siap diluncurkannya, kalau toh terpaksa dijalani, tentu dibarengi dengan raut wajah yang tidak sedap untuk dilihat. Sudah jamak di klinik rumah sakit negeri seperti itu, yang namanya pelayanan prima itu hanya bagus di slogan saja. Hampir semua pegawainya ngobyek dan mengomersialkan jenis-jenis layanan yang ada. Seperti yang dilakukan oleh kang sardi tadi. Dia lebih suka menerima tugas yang ada uangnya, sedang tugas sosial sering dianggapnya seperti kerja rodi saja.

Jadinya malam itu kang sardi berangkat menerobos gelapnya malam bersama gadis cantik yang sudah membayarnya tiga kali lipat untuk membawa jenazah papa nya ke kota wates. Gas poll, itulah prinsip kang sardi untuk memberikan service yang ekselen, agar jenazah itu bisa sampai ke wates sesuai dengan waktu yang disepakati. Malam yang sangat larut membantu keinginannya itu, jalan yang dilalui sepi membuat malam itu terasa tintrim. Tidak banyak kendaraan yang harus dilaluinya termasuk sepeda motor yang biasanya membikin macet dan membuat jalan raya jadi lebih berbahaya, hanya beberapa bis malam dan truk, itupun satu dua.

Persis pukul 3.00 pagi, jenazah sampai di wates. Wajahnya jadi bersinar, dan ngantuknya ilang, ketika dia menerima tujuh lembar seratus ribuan merah dari gadis cantik itu. Buruan kang sardi membawa ambulancenya balik ke klinik lagi. Kantongnya penuh dengan uang, apalagi yang dicari katanya sambil bersiul-siul. Belum jauh dari batas kota, ada sosok laki-laki yang mencegatnya “ pak saya numpang ke depan ya. Tadi setelah mengantar jenazah ke wates kok mobilnya jadi rewel, jadi saya tinggal disana, besok pagi saja memperbaikinya sekalian bawa montir, masalah bensin beres nanti saya beresi” tanpa nunggu persetujuannya, laki-laki yang memakai baju serba putih, namun kelihatan sangat kotor itu, langsung membuka pintu dan duduk disebelahnya. Kang sardi sempat cungar-cungir sebentar, hidungnya membau bau yang tidak sedap, bau anyir. Sekilas dia melirik laki-laki yang duduk anteng disebelahnya. Menurutnya tidak ada yang aneh bahkan biasa saja. Cuma wajahnya yang kelihatan mendung, seperti sedang berduka.

“pak., kalau kedatangan sampeyan tadi agak lebih cepat, tentu nasib saya tidak seperti saat ini” mendengar grenengan laki-laki tadi kang sardi kaget. “ lho maksudnya apa pak?” katanya dengan nada tidak suka. “ kalau saja sampeyan mau datang lebih cepat tadi, tentu nyawa saya bisa tertolong” laki-laki tadi menjelaskan dengan irama yang lesu. “sebentar, saya kok tidak paham?!” kata kang sardi dengan nada yang lebih tinggi tidak paham dengan yang dimaksudkan oleh laki-laki yang ada disebelahnya itu. “saya ini pemulung sampah pak, saat saya tadi sedang mencari sampah-sampah kering, tidak tahu dari mana datangnya tiba-tiba saya disruduk xenia hitam dari belakang, saya langsung tidak ingat apa-apa, tapi kalau saat itu bapak segera membawa ambulance ketempat kejadian, dan segera membawa tubuh saya ke rumah sakit, mungkin nyawa saya masih bisa ketolong…”, “lho, kalau begitu sampeyan ya..gelandangan yang tadi diperintahkan oleh dokter wendi untuk saya bawa dari Jl. A. Yani?”, “ ya bener pak…” jawabnya ketus. Kang sardi cepat-cepat menoleh mendengar jawaban laki-laki tadi. Bersamaan dengan waktu dia menolah, laki-laki disebelahnya tadi sudah tidak berujud manusia yang utuh lagi, wajahnya berdarah- darah, hancur. Badannya lalu doyong menjatuhi kang sardi, badannya penuh darah segar yang membasahi sekujur pakaiannya. Melihat perubahan bentuk itu kang sardi langsung merasa gelap, pingsan. Mobil ambulance yang sedang dikemudikannya langsung oleng kekiri, dan menyantap truk treiler yang sedang parkir di bahu jalan. Akibatnya benturan keras terjadi, ambulan kang sardi hancur berkeping-keping, begitu pula dengan tubuh kang sardi. Hancur tergencet bodi dan juga kena benturan dahsyat dengan bak truk treiler yang terbuat dari besi itu. Sementara laki-laki yang berdarah-darah yang ada disampingnya hilang musnah, tidak tahu kemana perginya.

Begitulah kisah tetanggaku kang sardi almarhum kurang lebih tiga tahun yang lalu, cerita ini berhasil kutulis karena secara mistis kang sardi muncul dalam mimpi-mimpiku selama tiga hari berturut-turut. Mudah-maudahan Almarhum diterima disisinya, dan diampuni dosa-dosanya

0 komentar:

Posting Komentar

Kirimkan Cerpen Misteri Mu

Kirimkan Cerpen misteri mu kepada kami untuk di posting di blog ini di faizfachrurrozi@yahoo.co.id

Total Tayangan Halaman

Pages - Menu